Senin, 29 Juli 2013

Esai | Guru Profesional Berkomitmen dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran

Guru. Kata itu tidaklah asing di telinga kita, bukan? Dari kecil sampai sekarang kita selalu akrab dengan kata itu. Guru adalah seorang pahlawan yang selalu bercita-cita supaya dapat menjadikan orang lain lebih hebat dari dirinya. Menjadi guru adalah suatu hal yang luar biasa. Mengapa? Karena, secara tidak langsung menjadi guru sama saja menjadi seseorang yang dapat menciptakan segala profesi di dunia ini. Sebab, seperti yang kita ketahui bahwa setiap profesi pasti memerlukan seorang guru, baik melalui pendidikan formal maupun informal. Menurut banyak orang, menjadi guru bukanlah perkara sulit, namun menjadi guru profesional yang diidam-idamkan kebanyakan pelajar adalah suatu tantangan baru untuk para guru, dimana para guru tersebut harus dapat menghendel semua pekerjaannya dan dapat membagi waktu dengan sebaik-baiknya, sehingga baru dapat disebut guru profesional. Karena guru yang profesional adalah guru yang dapat meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaannya, mempunyai motivasi yang kuat, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, dan pastinya bangga menjalani pekerjaannya.
Jika aku menjadi guru profesional? Kalimat tersebut mudah diucapkan, namun sukar untuk diwujudkan. Menjadi seorang guru yang profesional, tentunya saya akan memberikan sesuatu yang terbaik untuk memajukan pendidikan di negeri saya. Segala upaya dan usaha yang mungkin untuk dilakukan demi memajukan putra-putri bangsa akan saya wujudkan walaupun keringan bercucuran setiap saat. Mengapa demikian? Karena, tindakan positif demi mewujudkan generasi muda yang berkualitas sama dengan mewujudkan cita-cita para leluhur bangsa dan tentunya menjadikan negeri ini semakin maju dan berkualitas seperti sumber daya menusianya yang harus terus berkembang demi persaingan di dunia global.
Banyak sekali hal yang dapat saya lakukan apabila saya menjadi guru profesional. Berawal dari hal kecil, saya akan membuat pekerjaan saya semakin mudah untuk dijalani dan saya tidak akan stres dengan pekerjaan saya sebagai guru profesional. Karena, apabila terlalu stres saya tidak bisa fokus dan pekerjaan saya pasti berantakan yang akhirnya berdampak buruk bagi proses pembelajaran di kelas saya. Saya juga akan mengembangkan kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi personal atau kepribadian yang saya miliki, serta tentunya kompetensi profesional yang menjadi syarat utama seorang guru profesional.
Selain itu, berbagai macam proses pembelajaran yang menyenangkan anak didik menjadi pilihan utama saya dalam mewujudkan minat saya menjadi seorang guru profesional, sebab guru profesional harus bisa mendapatkan hati anak didiknya. Seperti yang kita ketahui bahwa meningkatkan mutu pembelajaran berawal dari diri masing-masing guru. Oleh karenanya meningkatkan mutu pembelajaran sangatlah penting untuk memajukan taraf pendidikan di negeri ini.
Kurangnya model pembelajaran yang menyenangkan menjadi tolok ukur kegagalan pembelajaran yang dilakukan kebanyakan guru pada umumnya. Sebab, peserta didik akan cenderung bosan dengan materi yang diberikan yang hanya sebatas penyampainya materi secara lisan. Selain itu, siswa juga cenderung lebih berkonsentrasi dengan suatu hal yang dianggapnya mengasyikkan. Oleh karenanya revolusi belajar yang menyenangkan harus digalakkan demi meningkatkan konsentrasi belajar peserta didik selama proses pembelajaran.
Sebagai seorang guru profesional, saya akan mengajak anak didik saya supaya lebih menikmati materi yang saya berikan sebagai modal masa depannya dari pada sibuk dengan kesenangannya sendiri. Dengan demikian, saya akan membuat proses pembelajaran saya lebih mengasyikkan dari pada kesenangan mereka sendiri.
Langkah awal yang akan saya lakukan adalah menggunakan media pembelajaran, seperti alat peraga yang telah tersedia di setiap sekolah untuk menunjang proses pembelajaran di kelas saya. Sebab peserta didik akan lebih aktif dan tanggap dibandingkan dengan proses pembelajaran yang membosankan seperti hanya menerangkan secara lisan, menyaksikan guru mondar-mandir di depan papan tulis dan sebagainya.
Fasilitas lainnya yang ada di sekolah seperti komputer dan internet, juga akan menjadi senjata saya untuk meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah. Dengan menggunakan komputer, peserta didik akan lebih tertarik dengan materi yang saya berikan. Selain itu belajar menggunakan komputer juga akan menambah ketrampilan peserta didik dalam menggunakan alat teknologi tersebut. Dengan adanya internet menjadi pelengkap sehingga peserta didik tidak hanya terpaku pada buku pelajaran dan penjelasan materi dari guru, melainnya mereka dapat mengeksplor ilmu pengetahuan dan informasi di dalam dunia maya tersebut.
Namun demikian, peran aktif guru profesional tetap dibutuhkan untuk mengawasi gerak-gerik para peserta didik dalam menikmati fasilitas internet. Karena, memasuki internet sama halnya memasuki dunia luar yang banyak terdapat dampak positif maupun negatif bagi perkembangan kepribadian peserta didik. Oleh karenanya, kita harus selektif dalam menyediakan layanan internet bagi peserta didik, supaya mereka tidak terpengaruh dengan dampak negatif yang terdapat di dalamnya.
Mengapa saya memilih media pembelajaran seperti alat peraga, komputer, internet dan sebagainya menjadi langkah awal demi meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah? Karena, seperti kita ketahui kebanyakan media pembelajaran adalah berwujud benda atau berupa gambar (bukan tulisan), sehingga saya yakin bahwa gambar lebih diserap oleh otat kanan yang notabene bersifat long memory, tidak seperti otat kiri yang dapat mengingat berupa tulisan yang umumnya bersifat short memory.
Langkah berikutnya, tidak salah apabila sesekali mengajak para peserta didik untuk menikmati suasana sekitar sekolah ataupun luar sekolah dalam penyampaian materi secara observasi atau survei lingkungan. Saya yakin anak didik saya akan sangat antusias karena lingkungan yang baru dapat meningkatkan minat dan konsentrasi dalam belajar. Dengan berada langsung di tempat kejadian, mereka akan mengetahui secara langsung fakta yang ada di tempat tersebut, sehingga wawasan mereka bertambah luas dan tidak hanya berdasarkan buku bacaan semata.
Selanjutnya, untuk mengetahui hasil belajar dari pemberian materi yang saya berikan setiap pekannya, saya akan mengadakan kuis-kuis yang menarik dan kreatif, sehingga dapat memacu para peserta didik supaya lebih giat belajar untuk mendapatkan skor nilai dari kuis-kuis yang saya berikan yang selanjutnya nilai tersebut dapat memperbaiki nilai ulangan harian mereka yang kurang memuaskan.
Berbagai teknik belajar yang mudah dan menyenangkan akan saya berikan kepada anak didik saya, sehingga mereka dapat menerapkannya dalam belajar sehari-hari. Salah satu contohnya, saya akan mengajari mereka tentang membuat mind map yang mudah diingat dan tentunya mengasyikkan. Belajar dengan membuat mind map sangatlah menyenangkan dan peserta didik tidak akan kesulitan dalam menghafal materi apabila menerapkan mind map dalam proses belajarnya. Selain itu, membuat mading di kelas adalah ide yang cemerlang. Mading di dalam kelas seharusnya diisi dengan pengetahuan-pengetahuan menarik juga informasi tentang sains dan sebagainya, bukan tentang gosip-gosip yang tidak layak diperbincangkan. Dengan begitu mereka akan antusias membacanya karena mading kelas tersebut dikemas secara menarik. Selain itu, membuat mading dapat meningkatkan kreatifitas para peserta didik dan dapat menumbuhkan suasana kelas yang hidup.
Fasilitas di dalam kelas juga berperan dalam meningkatkan mutu pembelajaran di dalam kelas. Kelas yang nyaman bukanlah kelas yang dipenuhi dengan fasilitas-fasilitas yang mewah. Tetapi kelas yang nyaman tergantung pada penempatan fasilitas kelas yang sedap dipandang mata dan mudah dijangkau. Menerapkan sudut baca di dalam kelas dapat menumbuhkan minat membaca kepada para peserta didik. Sudut baca adalah suatu sudut yang ada di dalam kelas (biasanya terdapat di bagian belakang kelas) yang memuat rak atau meja beserta buku-buku pengetahuan yang menarik, seperti ensiklopedia, novel, cerpen, dan sebagainya. Sudut baca juga dapat berfungsi sebagai perpustakaan kelas, sehingga peserta didik tidak akan merasa bosan berada di kelas mereka masing-masing.
Itulah beberapa hal yang akan saya lakukan apabila saya menjadi guru profesional. Memang sedikit sulit untuk menerapkannya karena membutuhkan sedikit biaya dan tenaga. Namun untunglah ada dana BOS yang telah diberikan pemerintah kepada setiap sekolah. Alangkah baiknya apabila dana tersebut digunakan untuk menunjang mutu pembelajaran di sekolah seperti melakukan kegiatan di atas yang dapat menciptakan suasanan belajar yang kondusif dan menyenangkan bagi para peserta didik.

Minggu, 28 Juli 2013

Essay | Cigarrette Company Give Scholarships to High School Students

Nowaday, there are a lot of success Cigarrette Company in our country, that want to give their net profit for scholarships to High School Students. I think, that is a good idea. And I believe that, almost all of people in this country agree with my opinion. For example Cigarrette Company that give scholarships for students are 'Sampoerna Foundation' and 'Djarum Foundation'. Several reason, why Cigarrette Company want to give their profit, because they want help unlucky students who want to continue their school and intend to be known a lot of people.
But, if we compare it with the danger of cigarrette, I think some people disagree with my opinion. So, as a good people, we don't looking that from the negative facet. I believe that, Cigarrette company execute that scholarships because they really want to help unlucky students, not to introducing their products. And I really sure, there are many positive impact from that scholarships.
As we know, scholarships is very important for unlucky students. Scholarships can decrease their burden. Beside that, scholarships also make easier to reach their dream. And the most important impact, scholarships can realize good young generation for our nation future.
Therefore, scholarships from Cigarrette Company is so important and must be support. Because that, let us support them, so Cigarrette Company give scholarships more and more again!

Essay | K-Pop Influences Indonesian Teenagers

Nowadays, K-Pop is one of famous music genre in our world. Almost of all people in the world know about K-Pop, especially teenagers. As we know, K-Pop also influences Indonesian teenagers.
Do you know, why K-Pop is so famous? Because, K-Pop be present with new style, like the hairstyle, the clothes, the wonderful dances, and easy listening music. It cause, most teenager love K-Pop. But, K-Pop also carry negative impact for young generation. First, almost of all Indonesian teenagers love K-Pop just because K-Pop style. So, it can make teenagers consumptive and always used up their money just for paying attention their new style. Second, teenagers also like killing the time for watch K-Pop videos or browse internet about K-Pop. It can minimize their study and forget to finish their homework. Third, it is about the clothes. There are some K-Pop clothes that unsuitable, if weared in our country. Because, that clothes is contradictory with our culture.
Actually K-Pop have positive impact too. So, as a good young generation, we must selective to choose positive impact, not a negative impact. So, don't harm ownself and be careful from negative impact!

Essay | The Importance of School Discipline

What is the meaning of discipline? Discipline is the attitude of obedience to the time and the rules. From the meaning of the word, we can conclude that the discipline is very important to us and our lives. Do you know why? Because without the discipline, our life will be chaotic and disorganized.
Nowadays, discipline is most popular word to distinguish between people who are industrious and lazy people. I'm really sure that you know China, Japan, Singapore and South Korea, right? They are developed countries in Asia are known because their discipline. Many fact prove that, people who are industrious is more fortunate than the lazy people. So, we must practise discipline everywhere, especially in the school.
As a good student, we must always be disciplined in everything. We should be able to divide our time so that all our affairs can be completed on time. That's the name of self-discipline. So many examples of discipline that we can apply in the school. Such as, come to school on time, collect homework on time, wearing a school uniform on schedule, etc.
Perhaps, there are some student that not discipline. So, school must make the school rules and give punishment for student who break. That rules made to realize the security and order in schools. Beside that, discipline in schools can realize the better young generation for our country.
So, if everyone agrees that discipline is key to safety in school, why do we still have a problem? Lets keep discipline in our self to reach our dreams come true and make our live going well!

Sabtu, 27 Juli 2013

Jumpa Pertama

Hallo, teman-teman pecinta dunia maya? Perkenalkan nama saya Praditya Tiastana Saputra, biasa dipanggil Didit. Usia saya 17 tahun. Saya sangat senang menjelajahi dunia internet yang begitu luas ini. Dengan browsing internet segala sesuatu yang kita inginkan akan sekaligus muncul di depan layar PC kita. Itulah salah satu alasan saya membuat blog ini. Walaupun sekedar coba-coba, tak kusangka ternyata berhasil juga (hehe). Mohon bimbingannya yaa, dan janganlah sungkan untuk bertukar ilmu dan pendapat untuk kesuksesan bersama. Sekian dan terima kasih!

Cerpen | Detik-Detik untuk Sebuah Kenangan

by : Praditya Ashtan
Berparas cantik, anggun, murah senyum, dan ceria. Itulah ungkapan yang patut diutarakan kepada gadis berkacamata itu, yang entah kurasa dia selalu mencoba mengalihkan perhatianku dari kesibukan dunia ini. Bunga namanya. Tak salah orang tuanya menamainya demikian, karena hatiku selalu berbunga-bunga saat kedua mata kami saling bertemu. Perasaan ini mulai muncul ketika pertemuan pertama kami pada acara pesta dansa di sekolah. Sungguh tak kuduga, dia adalah salah satu gadis terpopuler di sekolahku. Semua mata terpana karena kecantikannya. Tak seorang pun yang bisa berpaling dari gerak-gerik perilakunya yang benar-benar anggun. Hati kecilku berkata, apakah aku siap untuk bersanding dengan gadis seperti dirinya? Mungkinkah dia pilihan hatiku? Atau, inikah yang disebut berkhayal tingkat tinggi? Entahlah, namun aku yakin perasaan ini benar-benar tulus.
Keesokan harinya seperti sediakala, kutelusuri koridor sekolah menggunakan jurus langkah seribu karena bel masuk sudah berteriak-teriak di seluruh sudut sekolah. Namun langkahku terhenti saat kusadari seorang gadis terjatuh tepat di hadapanku. Sekilas dia menatapku. Oh, Bunga rupanya! Segera kubantu dia menguasai dirinya. Dia memegangi kepalanya seakan menahan rasa sakit yang merayap di kepalanya.
“Apakah kamu baik-baik saja?” ucapku dengan nada cemas.
Dia segera berdiri setelah aku mencoba menolongnya. “Tentu, terima kasih bantuannya,” sahut Bunga sambil memberikan senyum manisnya kepadaku.
Oh Tuhan, serasa jantung ini berada di arena pacu! Tidak kusia-siakan momen langka ini. Segera kubalas senyum manisnya dengan senyum menawanku yang selalu siap meluluhlantakkan hati para gadis. Sayangnya momen ini berakhir dengan cepat. Mengingat jam pelajaran akan segera dimulai, Bunga segera meninggalkanku. Aku pun segera berdiri dan berjalan ke arah kelas. Setelah sepuluh langkah pertama aku berpaling ke arah Bunga. Tampak dia berjalan dengan anggun menelusuri koridor sekolah. Sampai jumpa Bunga, semoga kita bertemu dilain waktu!
“Teet...Teet...!” jam istirahat telah tiba. Saatnya seluruh siswa menghajar rasa lapar dan dahaga. Semua menjelma menjadi semut yang berhamburan memenuhi sudut sekolah, tak terkecuali dengan diriku. Bersama Irfan, kucoba satu persatu makanan yang memenuhi kantin sekolah. Irfan adalah sahabat karibku sejak kami duduk di bangku Sekolah Dasar. Banyak momen berharga yang telah kami lalui bersama demi mencari jati diri masing-masing.
Setelah menseleksi makanan yang akan kami santap, kami menuju taman sekolah untuk mencari udara segar. Sambil mengisi perut kami, kami menyempatkan diri berkunjung ke dunia maya untuk sekedar menyapa teman-teman di jejaring sosial. Saking asyiknya kami tidak menyadari ada seorang gadis berdiri di sebelah kami.
“Irfan, asyik banget. Lagi apa?” sapa gadis itu ramah.
“Eh Bunga!” sahut Irfan dengan lantang. “Ini lagi update status.”
Mendengar Irfan menyebut nama Bunga, mataku secepat kilat berpaling ke arah gadis itu. Oh, tidak salah lagi, gadis itu sama dengan gadis yang kutemui di koridor sekolah tadi. Secepat inikah, Tuhan mengabulkan doaku?
Hatiku tidak segan-segan berpacu lebih cepat, sampai-sampai aku takut Bunga bisa mendengarnya. Karena khawatir terjadi suatu hal yang memalukan, aku mencoba menyibukkan diri dengan ponselku. Aku dapat mendengar dengan jelas semua pembicaraan antara Irfan dan Bunga. Nampaknya mereka sudah lama kenal.
“Hai?” sapa Bunga kepada seseorang.
Dengan cepat Irfan mensiku lenganku begitu keras. “Aduh!”. Baru kusadari bahwa Bunga mencoba menyapaku dengan senyum manisnya yang sudah familiar di memori otakku. “Hai, juga!” ucapku santai.
“Kamu yang tadikan? Kita belum kenalan, namaku Bunga. Kamu?” sambil menjabat tanganku.
Tanpa berpikir panjang, segera kusambut tangannya, “Namaku Radit. Senang berkenalan denganmu!”
“Sama-sama, Radit!” sekali lagi dengan senyum manisnya.
Apa? Dia menyebut namaku. Apa aku tidak salah dengar? Mengapa tubuhku gemetar saat dia menyebut namaku? Saking girangnya, makanan dan ponselku terlepas dari genggamanku. Oh sialan, mengapa hal ini harus terjadi!
“Dit, kamu baik-baik sajakan?” kata Irfan.
“Tentu, aku permisi ke kelas dulu ya,” ujarku sambil berdiri dan meninggalkan mereka berdua.
Sebenarnya aku tidak menuju ruang kelas, melainkan bersembunyi di balik pohon besar di dekat taman sekolah. Aku takut hal memalukan lainnya akan terjadi jika terus di dekat Bunga. Aku amati Bunga dengan Irfan semakin asyik mengobrol. Bunga mengambil tempat duduk di samping Irfan yang tadinya aku duduki. Ada hubungan apa antara mereka berdua? Semoga tidak lebih dari sekedar teman.
Matahari bersinar cukup terik siang ini. Seakan menjilat-jilat kulitku yang sudah matang kepanasan. Aku memacu motorku lebih cepat, agar secepat mungkin tubuhku terlindungi dari panasnya oven bumi ini. Sesampainya di rumah, segera kulepas seragam sekolahku yang serasa sudah lengket dengan kulit tubuhku. Inilah konsekuensi tinggal di daerah tropis, benar-benar melelahkan! Namun perlahan semua rasa lelah itu hilang bersama tiupan angin yang terhembus dari jendela kamarku.
Di tengah asyiknya merebahkan diri di atas sofa, tiba-tiba bayangan gadis itu melintas di benakku. Seakan energi di dalam tubuh ini telah terisi kembali, setelah mengingat senyum manisnya yang menggetarkan hati. Apakah ini namanya jatuh cinta? Tanpa kusadari aku berteriak dengan lantang “AKU MENCINTAIMU!”
“Apa? Mencintai apa? Eh, maksud Mama mencintai siapa?” terdengar suara Mama tepat di samping sofa.
“Apa? Nggak!” sahutku kebingungan. Oh sial, apa yang barusan aku katakan?
“Kamu tidak boleh pacaran dulu sampai bisa membanggakan Mama!” ucap Mama.
“Jadi selama ini aku tidak pernah membuat Mama bangga?” jawab aku dengan nada kesal.
“Paling tidak sampai kamu lulus ujian dengan nilai memuaskan,” sahut Mama sedikit menyindir.
“Oke, akan aku buktikan aku bisa lulus dengan nilai memuaskan, sehingga Mama bisa bangga padaku, tidak sama kakak saja!”
“Baguslah, Mama harap kamu bisa sukses seperti kakakmu. Dan jangan buat Mama malu!”
“Siapa takut,” jawabku lantang.
Setelah puas menasehati anak tampannya ini, Mama segera meninggalkanku bersama kemocengnya yang sedari tadi berada di genggamannya. Benar-benar membosankan! Aku harus lulus sekolah dulu baru bisa menyatakan cintaku? Oh tidak! Mama tidak tahu bagaimana ketatnya persaingan cinta demi mendapatkan gadis terpopuler di sekolahku.
“Ring...Ding...Dong...!” rupanya ada pesan masuk. Tapi anehnya nomer itu tidak ada dalam daftar kontakku.
“Sekali lagi terima kasih atas bantuanmu,” isi pesan itu.
“Maaf, ini siapa?” balasku.
“BUNGA,” jawabnya. Apa? Apakah Irfan memberi nomer ponselku kepadanya? Benar-benar jenius anak itu, tidak salah aku jadikan dia sebagai sahabat kabiku selama ini.
“Tidak masalah, aku senang bisa membantumu. Ngomong-ngomong, kamu sudah kenal Irfan sejak lama, ya?”
“Sejak kami mengikuti ekskul fotografi bersama-sama. Memangnya kenapa? Kamu teman baiknya sejak SD kan?” jawab Bunga cepat.
“Tidak apa-apa. Dia pasti sudah cerita banyak tentangku, bukan? Apa saja yang telah dikatakannya padamu?” balasku sedikit panik.
“Tidak banyak. Katanya kamu jago taekwondo, mengkoleksi sneackers dan moccasins, suka film romance, suka jailin orang. Kurasa cuma itu,” jawab Bunga.
Kurasa hobiku menggambarkan pria modern masa kini, jadi aku cukup bangga dengan hobiku. Kecuali yang terakhir “suka jailin orang”, kenapa Irfan harus mengatakan hal itu padanya? Biarlah, yang penting Bunga tahu kalau aku jago taekwondo dan siap melindunginya kapanpun dan dimanapun.
Siang pun berganti malam. Begitu pula dengan suasana hatiku yang berubah kelam. Mengapa setiap jam belajar semuanya terasa membosankan. Padahal aku sudah janji sama Mama akan membuatnya bangga. Memangnya yang bisa jadi dokter kakak saja, aku juga bisa! Walau bagaimanapun aku harus sukses ujian. HARUS!
Setelah tiga jam berlalu, rasanya lelah dan mengantuk. Saatnya berlabuh di pulau kapuk, semoga Bunga muncul di dalam mimpiku.
Hari telah berganti. Sang mentari masih malu-malu untuk menampakkan sinar hangatnya. Begitu pula denganku yang masih malu-malu untuk menampakkan wajahku dari balik selimut. Bunyi alarm tidak sanggup membuatku beranjak dari tempat tidur. Sampai tiba-tiba terdengar seseorang berteriak tepat di depan telingaku.
“Radit, ada seorang gadis cantik menunggumu di bawah!” kata Mama dengan lantang.
Pikiranku langsung tertuju pada Bunga. Tanpa membuang waktu, secepat kilat kuturuni tangga dan segera menuju ruang tamu. TIDAK ADA. Menuju halaman depan. TIDAK ADA. Mungkin di depan gerbang. TIDAK ADA. Aku berlari ke dalam rumah mencari Mama.
“Ma, dimana gadis itu?” ucapku penuh harap.
“Tentu saja di rumahnya,” jawab Mama dengan santai. “Maaf, Mama bercanda. Soalnya kamu sulit dibangunin. Sudahlah, pergi mandi sana!” sahut Mama sambil tersenyum puas.
Oh, menyebalkan! “Jangan mengulainya lagi!”
“Jangan memikirkannya lagi!”
Sesampainya di sekolah, aku berjalan menuju kelas dengan perasaan bahagia. Aku berharap bertemu Bunga lagi hari ini. Saat pelajaran berlangsung, aku berniat untuk membeli alat tulis di koperasi sekolah. Aku berjalan melewati kelas-kelas menuju koperasi. Hingga langkahku terhenti tepat di sudut lapangan. Hari ini jadwal kelas Bunga berolahraga. Tampak Bunga sedang mengikuti gerakan senam dengan anggunnya.
“Wow, lihat gadis itu cantik sekali!” ucap anak laki-laki di belakangku yang sedang berbicara kepada temannya.
“Jangan coba-coba dekati dia!” kataku dengan lantang kepada mereka.
“Masalah buat loe?” kata anak itu sinis.
Tiba-tiba seseorang memanggilku dari kejauhan. “Radit!”
Gadis itu berlari menuju arahku dengan senyum manisnya yang khas. Siapa lagi yang punya senyum semanis itu?
“Oh, cowoknya!” kata anak laki-laki dibelakangku.
Dalam hati aku berkata, semoga perkataanmu menjadi kenyataan!
“Hai, kamu sedang apa?” kata Bunga ramah.
Tidak mungkin aku jawab, sedang mengamatimu berolahraga! Bisa-bisa bikin malu. “Oh, aku mau beli alat tulis di koperasi.”
“Sore nanti kamu ada acara, tidak?” kata Bunga.
Apakah dia mau mengajakku dating? “Sore nanti aku ada latihan taekwondo. Memangnya kenapa?”
“Oh, aku mau pergi ke pameran fotografi sore nanti. Awalnya aku mau ajak kamu. Tapi berhubung kamu ada acara aku ajak orang lain saja,” ucap Bunga tetap ramah.
“Siapa?” ucapku gelisah.
“Belum tahu. Irfan mungkin!”
“Jangan! Maksudku, aku bisa menamanimu sehabis latihan taekwondo. Bagaimana?” sahutku penuh harap.
“Baiklah, setuju. Nanti aku jemput di Gedung Taekwondo,” ucap Bunga sambil berlari ke lapangan kembali.
“Apa? Tapi...,” kata-kataku terhenti. Apakah dia tahu letak Gedung Taekwondo tempat latihanku? Entahlah.
Jarum jam tepat menunjukkan pukul 15.00, saatnya latihan taekwondo. Aku akhir-akhir ini sering absen, takkan kubiarkan para juniorku menyelipku. Maklumlah, akukan salah satu senior di klub taekwondo milik pamanku itu. Sesampainya di sana aku langsung bergabung dengan lainnya. Melatih jurus-jurus baru untuk menghadapi lawan. Banting sana! Banting sini! Tak ada yang bisa mengalahkanku. Kalau lawannya begini-begini saja kapan kemampuanku bisa bertambah!
“Dit, ada anak perempuan menunggumu di sana,” kata paman sambil menunjukkan anak perempuan itu.
“Bunga?” ucapku tiba-tiba.
“Bunga? Bunga apa? Anak itu kelihatannya tidak bawa bunga,” sahut paman heran.
“Oh, bukan. Gadis itu namanya Bunga,” jelasku pada paman.
“Oh begitu. Ya sudah cepat temui dia, jangan pernah membuat gadis secantik dia menunggu!” ucap paman sambil tersenyum lebar.
“Siap bos.”
Dari kejauhan Bunga melambaikan tangannya kepadaku. Beberapa langkah kemudian aku tepat dihadapan Bunga. Dia menyambut kedatanganku dengan senyumnya. Sore itu dia memakai setelan warna merah muda, dan stiletto hitam pekat yang menghiasi kakinya. Apakah kamu Bunga yang selama ini aku kenal? Ataukan Bidadari yang menjelma sebagai anak gadis? Gumamku dalam hati.
“Hai,” sambut dia ramah.
“Hai juga. Maaf telah membuatmu menunggu,” ucapku sambil tersenyum kepada gadis itu.
“Seharusnya aku yang meminta maaf karena mengganggu latihanmu.”
“Aku tidak keberatan menemani gadis secantik kamu,” ucapku sedikit berbisik.
Bunga tersenyum lebar dan sedikit salah tingkah. “Kau suka bergurau! Apakah kita akan terus di sini?”
“Tunggu sampai aku kembali!” sahutku kepadanya.
Tanpa mengulur waktu, aku segera menuju ruang ganti. Aku tidak mau membuatnya menunggu lama. Segera kulepas baju karateku dan tiba-tiba ada yang terlupakan. Di mana baju gantiku? Apa ketinggalan di ruang latihan? Tiba-tiba pintu terbuka sebagian. Muncul tangan seseorang dari balik pintu itu.
“Apa kau membutuhkan ini?” kata seseorang di balik pintu sambil menunjukkan handbag biru kepadaku.
“Ya, itu milikku. Terima kasih. Bunga,” kataku dengan pasti.
“Sama-sama,” ucapnya tanpa menoleh sedikitpun ke arahku.
Aku tahu alasan dia tidak menoleh ke arahku. Dia tidak mau melihatku dalam keadaan telanjang dada. Padalah dia tidak akan rugi melihat tubuhku yang atletis. Gumamku sambil senyum-senyum sendiri.
Setelah semuanya selesai, aku dan Bunga segera menuju Galeri Foto yang sedang mengadakan pameran fotografi. Letak Galeri itu kurang lebih 100 meter dari Gedung Taekwondo. Jadi kami memutuskan untuk berjalan kaki sambil menikmati suasana sore hari di sekitar situ.
Sepanjang perjalanan, kami saling bergurau satu sama lain. Pengalaman paling berkesan ini tak akan kulupakan. Bahkan akan aku prasastikan di dalam hatiku.
Sesampainya di Galeri kami terkejut karena banyak sekali yang berkunjung. Orang-orang banyak yang terkesan dengan karya-karya fotografi yang dipamerkan. Begitu pula denganku. Banyak karya-karya pemula maupun senior yang ditampilkan. Karya fotografi milik Bunga juga ada di sana.
“Ini karyamu? Wow, benar-benar mengesankan! Pengambilan gambar dan cahayanya benar-benar sempurna,” ucapku mencoba memilih kata-kata yang tepat untuk memujinya, walaupun aku kurang begitu mengerti tentang fotografi.
“Terima kasih,” kata Bunga malu-malu. “Kapan-kapan kamu bisa mencobanya,” sambung Bunga.
“Kurasa aku tak punya bakat dalam fotografi,” kataku dengan yakin.
“Kamukan belum mencoba.”
“Ya, mungkin. Kapan-kapan,” ucapku ragu.
Setelah puas menyegarkan mata kami, kami melangkahkan kaki kami menuju taman kota yang letaknya tak jauh dari Galeri Foto. Suasana di sekitar sini sangat tenang dan damai, tidak seperti di dalam Galeri. Pohon-pohon yang rindang, gemericik aliran sungai, dan kicauan burung kenari membuat suasana taman menjadi asri.
“Tunggu di sana sebentar ya,” ucapku sambil menunjukkan kursi panjang di tengah taman.
“Kau mau kemana?” tanya Bunga.
“Aku ada urusan sebentar,” jelasku padanya.
Delapan menit berikutnya aku datang membawa sepasang balon dan es krim untukku dan untuk Bunga. Nampaknya Bunga sedikit terkejut melihatku dari kejauhan. Tapi aku bisa melihat senyum tipis yang tersungging di bibirnya. Apakah dia akan menyukainya? Lihat saja nanti.
“Apa itu?” kata Bunga heran.
“Apa lagi. Ini balon, ini es krim,” sambil kuangkat kedua tanganku.
“Tentu saja. Maksudku untuk apa?”
“Karena aku membeli sepasang. Satu untukmu, satu lagi untukku,” jelasku pada Bunga.
“Seperti anak kecil saja!” kata Bunga sambil tersenyum tipis.
“Kenapa? Kau tidak suka?”
“Bukan begitu. Berikan padaku!” ucap Bunga tiba-tiba. “Terima kasih, Radit!” kata Bunga agak manja.
“Sama-sama.”
Kami saling berpandangan dan tertawa bersama-sama. Kami duduk bersebelahan di bangku panjang di tengah taman sambil menikmati es krim yang dari tadi hampir meleleh. Bunga tampak menikmati momen bahagia ini. Betapa senangnya diriku bisa menghabiskan waktu bersamanya.
“Kurasa sudah hampir larut,” kata Bunga sambil menatap langit.
“Kurasa begitu, ayo kita pulang! Aku antar kamu sampai rumah ya?” ucapku penuh perhatian.
“Aku bisa naik taksi kok, kamu langsung pulang saja,” sahut Bunga.
“Biarkan aku mengantarmu sampai rumah. Ini sudah larut, kamu sebaiknya jangan pulang sendirian,” jelasku pada Bunga.
“Baiklah kalau begitu,” kata Bunga menyerah.
Lima belas menit waktu yang harus ditempuh untuk sampai di rumah Bunga menggunakan chevy milikku. Sesampainya di depan gerbang, Bunga berpamitan kepadaku. Dia berterima kasih kepadaku karena sudah repot-repot mengantarkannya. Lagipula siapa yang merasa direpotkan? Ini adalah suatu kesempatan! Bunga melangkahkan kakinya menuju pintu gerbang. Tiba-tiba dia menoleh, tersenyum kepadaku, dan melambaikan tangannya.
Hari-hariku bersamanya selalu menyenangkan. Kami sering tukar-menukar pengalaman, berbagi cerita, bersenda gurau baik dikala suka maupun duka. Namun apakah dia tahu, bahwa hatiku menginginkan lebih dari ini. Aku benar-benar mengaguminya sejak awal kami berjumpa sampai detik ini. Tahukah kau Bunga? Aku ingin menjadi sesuatu yang berharga di dalam hatimu. Aku ingin menjadi hal terindah yang pernah engkau miliki. Bukan karena apa, karena aku tulus mencintaimu. Bahkan disaat semua orang tidak pernah percaya lagi padaku, percayalah aku mencintaimu sampai detak terakhir jantungku.
Sampai suatu masa. Ketika tuntutan pendidikan telah sampai pada puncaknya. Dengan berat hati kami harus membatasi kedekatan di antara kita. Ini semua demi kebaikanku dan kebaikannya. Aku juga telah berjanji kepada Mama dan tidak akan pernah mengecewakannya. Aku harus fokus ujian dan meraih prestasi gemilang. Namun aku berjanji di dalam hatiku, setelah semuanya  selesai aku akan menyatakan perasaanku kepada gadis itu. Anggap saja ini adalah hadiah dari semua kerja kerasku.
“Wah, ini baru anak Mama,” kata Mama senang saat melihatku belajar.
“Benarkah? Memangnya sebelumnya aku bukan anak Mama?” kataku bergurau.
“Jangan bergurau, terus saja belajar!” kata Mama sambil berjalan keluar.
Tiba saatnya hari yang tak pernah kunantikan. Hari dimana frekuensi detak jantung berlipat ganda. Namun aku yakin semua akan berjalan mulus. Aku siap untuk pertempuran ini. Semua bekal dirasa cukup untuk melumpuhkan soal-soal ujian. Kulangkahkan kakiku perlahan menuju medan pertempuran. Tiba-tiba seseorang menepuk punggungku dari belakang.
“Semoga sukses,” ucap Bunga kepadaku.
“Kamu juga,” ucapku kepadanya.
Kami hanya bicara singkat mengingat waktu ujian segera dimulai. Pagi itu wajah Bunga terlihat pucat pasi. Apakah dia kelelahan menyiapkan bekal untuk ujian? Apakah ada sesuatu hal yang terjadi padanya? Semoga dia dapat melewati semua ini dengan lancar.
Bel berbunyi tanda ujian telah dimulai. Sebelum mengerjakan soal, kusempatkan untuk berdoa demi kelancaran dan keberhasilanku. Kubuka mata lebar-lebar, konsentrasi, dan siap mengerjakan. Semuanya dapat aku lalui dengan mudah. Begitu pula dengan hari-hari berikutnya. Hingga tak terasa semuanya telah berlalu.
Apa yang hendak aku tunggu? Mungkinkah ini saat yang tepat untuk melakukannya? Ataukah aku harus berpikir lagi? Bukankah tidak baik membuang-buang waktu? Ya, aku harus menemuinya sekarang.
Langit terlihat kelam seakan ingin meneteskan air hujan. Langkah demi langkah kutelusuri jalanan diiringi gemuruh awan yang ingin mencoba menyampaikan suatu pesan. Angin jalanan menghantam tubuhku dengan percuma. Begitu sampai di rumahnya terlihat pintu gerbang terbuka lebar. Aku mencoba masuk dan mengetuk pintu rumahnya. Tiba-tiba seseorang dari dalam rumah membuka pintu itu dengan tergesa-gesa.
“Oh, ada yang bisa saya bantu,” kata orang itu sambil terisak.
“Apakah Bunga sudah pulang?”
“Apa kamu tidak tahu?” kata orang itu balik bertanya.
“Tidak. Seminggu ini aku belum menemuinya,” jelasku padanya.
“Bunga masuk Rumah Sakit, dia menderita tumor otak,” jelasnya.
Detak jantungku berhenti sesaat. Bibirku terasa kaku untuk mengucapkan sepatah kata. Tubuhku mendadak mati rasa. Dan pikiranku langsung tertuju padanya. Setelah menanyakan alamat Rumah Sakit itu, aku segera berlari dengan kencang di bawah guyuran air hujan dan angin badai yang mencoba merobohkanku. Namun, semua itu tidak ada artinya.
Sesampainya di depan ruang iccu terlihat kedua orang tua dan teman-teman Bunga yang terduduk lemas. Bahkan sebagian orang berluluran air mata. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Apakah dia baik-baik saja?
“Kemana saja kau? Aku berulang kali mencoba menghubungimu tetapi tidak ada jawaban,” kata Irfan sambil berjalan ke arahku.
Aku tidak sepenuhnya mendengarkan kata-katanya. Saat ini yang ada di pikiranku hanyalah Bunga. “Apa yang terjadi?” kataku dengan lemas.
Irfan menggelengkan kepalanya dan mencoba memeluk tubuhku yang basah akan air hujan. “Seandainya kau lebih cepat,” bisiknya kepadaku.
“Apakah dia sudah pergi?” kataku ragu.
“Maafkan aku,” ucap Irfan lirih.
Air mata yang sedari tadi mencoba keluar dari kelopak mataku, kini dengan leluasa keluar dengan sendirinya. Tuhan, apakah ini nyata? Ataukah hanya mimpi? Apabila ini mimpi, tolong segera bukakanlah mataku. Namun apabila ini nyata, hilangkanlah ingatanku untuk selama-lamanya. Apakah aku bisa menghadapi kenyataan ini? Mengapa gadis itu harus pergi di saat kebahagiaanku mulai datang. Namun, dengan berat hati aku harus melepas kepergiannya yang merupakan cambuk bagi hatiku.
Hari yang cerah itu adalah hari pemakamannya. Banyak orang yang datang untuk mendoakan dan melepas kepergiannya. Begitu pula dengan diriku yang malang ini. Kini aku telah mencoba untuk melepas kekasih hatiku, gadis yang selalu mencoba mengalihkan perhatianku dari kesibukan dunia ini.
“Dia berpesan kepadaku supaya memberikan kunci galeri ini kepadamu setelah ujian selesai, karena dia takut mengganggu konsentrasimu,” kata Irfan sambil meletakkan benda itu ke dalam saku jasku.
“Maukah kau menemaniku?”
“Tentu,” kata Irfan sambil merangkul tubuhku.
Galeri Foto itu merupakan saksi bisu perjalanan cinta kami. Setelah kucoba membuka pintu, terlihat berbagai fotografi di dalam Galeri tersebut. Apakah akan ada pameran sore nanti? Kulangkahkan kakiku menuju foto-foto itu, yang sedari tadi tertutup oleh kain putih. Kubuka kain itu perlahan, kuamati sejenak, dan aku terkesan karenanya.
Foto pertama. Terlihat diriku memakai seragam sedang berjalan di koridor sekolah. Kurasa foto itu diambil setelah aku menolong Bunga yang terjatuh di koridor sekolah. Kemudian di bawah foto itu terdapat tulisan demikian, “Apakah lelaki itu tahu, bahwa wajahnya tidak bisa aku hapus dari ingatanku? Mungkinkah karena senyum menawannya? Aku yakin gadis-gadis lain juga akan luluh hatinya karena senyum lelaki itu.”
Foto kedua. Terlihat diriku sedang menuju pohon besar di taman sekolah untuk bersembunyi. “Hari itu aku mencoba menyapanya, walaupun setengah mati aku takut hal memalukan akan terjadi. Namun, dia malah meninggalkanku.”
“Apakah kau tahu Bunga, aku juga merasakan hal yang sama denganmu. Aku tidak bermaksud meninggalkanmu!” ucapku lirih.
Foto ketiga. Tampak diriku sedang bergulat di Gedung Taekwondo. “Gadis mana yang tidak kagum melihat kemampuannya. Aku pasti selalu merasa aman di sampingnya.”
“Dan aku pasti akan melindungimu kapanpun dan dimanapun kamu berada,” ucapku lirih.
Foto keempat. Terlihat diriku di dalam ruang ganti taekwondo. “Tuhan, mungkinkah aku bisa memeluknya, merasakan kehangatan di dekatnya, dan bersandar di pundaknya saat aku merasakan kesedihan?”
Foto terakhir. Tampak diriku membawa es krim dan balon menuju arahnya. “Apakah dia bisa membaca pikiranku? Aku memang sedang haus, tapi aku harap balon itu adalah bunga mawar yang akan diberikannya kepadaku.”
“Jangankan bunga mawar. Kebun mawar akan aku berikan untukmu,” ucapku kembali.

Apakah Bunga membuat semua ini karena dia tahu waktunya tidak akan lama lagi? Seandainya waktu bisa aku putar kembali, aku akan menyatakan perasanku sebelum kau pergi meninggalkanku. Tapi janganlah khawatir Bunga, suatu saat kita pasti akan bertemu di surga. Dan pada saat itu juga aku akan menyatakan perasanku kepadamu. Aku tidak akan memintamu menjadi pacarku, tapi aku akan memintamu menjadi bidadari di surga nanti.